Rabu, 01 Februari 2012

Hopong, Desa Terpencil Di SUMUT

Saya RIZKI ABDILLAH HOPONG SIREGAR....

Hopong terletak di celah bukit barisan Taput, yang berjarak sekitar 14 KM dari pekan Simangumban. Jarak kota Medan-Hopong lebih kurang 355 KM(jauhny nian,,,,), dapat dilalui lewat rute perjalanan Medan–Tarutung-Pahae Jae–Simangumban-Hopong.
(eitss,,, jgn harap perjalananny nyaman terus,, harus banyak besabar dulu). Jadi pikirkan matang" jika mau ke Hopong ya, pliszzz bnget nih.....
Percaya atau tidak(tapi percaya aja ya), inilah fakta mencengangkan di usia 66 tahun kemerdekaan RI. Tanpa kita sadari, ternyata masih ada desa di negeri ini yang belum pernah menikmati penerangan listrik dan penduduknya tak pernah menonton siaran televisi apalagi mau facebook-an, twitter-an, YM-an dan lain nya lah.. 

Tak percaya? Datang saja ke Desa Hopong(tuh kan percaya aja, biar gak usah datang ke Hopong), Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput). Desa ini boleh jadi merupakan desa paling terbelakang, paling terisolir, paling terpencil, paling miskin dan paling tertinggal di Taput dan pastinya paling TERKEPO di SUMUT, atau mungkin di Provinsi Sumatera Utara (Sumut).  Buktiny aja cobak ditanyak orang batak pasti bany
Jika penilaian ini dirasakan terlalu mengada-ada, anda boleh tanya Torang Lumban Tobing (Toluto), Bupati Taput. Bahkan Sekdaprovsu, Drs. RE Nainggolan MM, mantan Bupati Taput, pasti mengakui hal itu. Juga Kabag Perlengkapan Pemkab Deli Serdang, Rusdi Ritonga SH tak akan bisa membantahnya, sebab dia pernah bertugas sebagai Camat di daerah itu ketika Hopong masih termasuk wilayah Kecamatan Pahae Jae sebelum mekar menjadi Kecamatan Simangumban. Dan boleh jugak tanyak sama my pa, soalny barusan aja ni baru dari sana, hehehe.
Apakah pemerintah tak tahu fakta ini? Bukankah Provinsi Sumut telah memiliki APBD sebesar Rp 3,5 triliun? Mengapa masih ada warga Sumut seperti di desa Hopong tak pernah menonton televisi?
Entahlah. Tapi ini adalah fakta tak terbantahkan. Desa Hopong berpenduduk 45 kepala keluarga itu masih tertinggal dalam berbagai hal. Rakyat di Hopong masih lapar, masih sakit, masih bodoh, dan belum memiliki masa depan.

Di Hopong tidak ada Puskesmas, jika sakit mereka berobat ke dukun. Di Hopong tidak ada Sekolah Dasar sampai kelas enam. SD Negeri di sana hanya sampai kelas lima, dengan tenaga guru hanya dua orang saja(kira" ada yg mau gak kesini..??? lowongan tuh)


Maka jika akan menamatkan pendidikan tingkat SD saja, anak desa itu harus berangkat ke kota. Jangan heran, di sana tak laku wajib belajar, banyak anak putus sekolah.

Warga Hopong tidak memiliki masa depan, tak tahu perkembangan dunia luar. Desa itu gelap gulita di malam hari. Maka jangan bayangkan di desa itu ada pesawat televisi, atau seterika maupun rice cooker. Di sana hanya ada kegelapan dan suara jangkrik bersama kicau burung hantu yang setia menanti terbitnya fajar. Jika pukul 20.30 WIB sudah tiba, setelah shalat Isya di masjid tua yang bernama Masjid Jamik yang terletak di ujung desa, tak ada lagi kesibukan warga. Semua penduduk sudah mengunci pintu rumah, mendengkur hingga fajar terbit.  Masjid ini skarang sudah direhap jadiny airny gak mellup lagi(alias gak mampet, lohh.. musola disekolah ku airny mellup terus, parah nian). Masjid ini awal dibangun tahun 1816, makany banyak yang bilang Masjid ini adalah saksi bisu ny Islam didaerah TAPUT.


Hopong dapat dilalui dari dua jalan. Pertama, dari desa Padang Mandailing, Kecamatan Saipardolok Hole, Tapsel. Tapi melalui jalan setapak menembus hutan belantara di lereng bukit barisan. Jalan yang paling dekat adalah melalui pekan Simangumban. Jaraknya tidak kurang dari 14 KM. Jika mau ke pekan membeli garam dan keperluan rumah tangga, warga desa harus jalan kaki. Kondisi jalan terjal dan jika musim hujan menjadi kubangan lumpur(bayangkan aja tuh cuman belik garam dolphin yg seribu hargany).

Pemerintah tak pernah membangun jalan desa. Kalaupun pernah diratakan dengan buldozer saja, dan itu hanya untuk kepentingan mafia kayu yang mencoba berpraktek illegal logging.

Jalan berlumpur ini memang sesekali dapat dilalui kenderaan roda empat yang oleh penduduk disebut "Mobil Perang". Yakni kendaraan jeep bergardang dua yang hari pekan (Senin) turun mengantar hasil pertanian penduduk. Tapi warga takut, karena korban berjatuhan, mobil danga-danga itu sering terjun ke jurang. Jika pun nekad dengan nyawa cadangan menaiki “Mobil Perang”, jaraknya tak jauh. Hanya sampai ke dusun Lumban Garaga, atau sekitar 5 KM dari pekan Simangumban. Dari pekan Simangumban sampai dusun Lumban Garaga, jalannya pernah dikeraskan. Tapi, kini hancur tak pernah dirawat.

Dari segi administrasi, Hopong adalah bagian dari Desa Dolok Sanggul, Kecamatan Simangumban. Desa ini memiliki 4 dusun, yakni Lumban Garaga, Hapundung, Panongkalan dan Hopong. Namun kawasan ini lebih populer disebut sebagai desa Hopong
(mungkin krena itu jugak aku diberi nama HOPONG ya..)


Dilihat dari potensi daerah, desa Hopong adalah mutiara terpendam. Areal yang luas dan masih perawan, berpotensi dikembangkan menjadi daerah perkebunan. Daerah Hopong adalah kawasan subur yang dikelilingi bukit barisan. Sejak dahulu sampai sekarang, daerah itu adalah penghasil kemenyan, kopi dan karet di Taput.

Kondisi desa yang terisolir dengan tertutupnya akses ke dunia luar, menjadi faktor utama membuat desa itu terbelakang. Maka, jika ingin membangun Hopong menjadi daerah maju seperti daerah lain di Indonesia, kuncinya adalah membangun jalan ke desa itu.

Jika sarana jalan sudah bagus, tidak akan ada lagi durian membusuk di pohonnya(harga durianny cuman 1000 loh, dah enag banget tuh,klok di Medan kurasa yang 20ribuan), cabe dan tomat mubazir karena tak dapat diangkut ke pasar. Dengan lancarnya transportasi, diharapkan tak ada lagi alasan bagi guru-guru SD di desa itu untuk tidak bertugas.
Warga berharap, sebelum kiamat tiba, kenderaan roda empat dapat parkir mulus di halaman desa Hopong. Maka satu upaya untuk itu, pemerintah diharapkan segera membangun jalan ke desa Hopong, guna membuka keterisoliran wilayah itu.





 

11 komentar:

  1. Setahu saya karya tulis ini tulisan Drs. Mayjen Simanungkalit yang telah dimuat di kabarindonesia.com, sebaiknya sebagai penulis kita menghargai karya tulis orang lain dan tidak melakukan perusakan lewat perubahan-perubahan atas karya orang lain.....

    BalasHapus
  2. Bokap saya asli HOPONG, udah 2x baru2 ini saya dari sana ... saya ingin MEMAJUKAN HOPONG !! .. saya punya bnyk PROGRAM disana (diantaranya pembuatan panel Surya), saya ingin HOPONG menjadi HEBAT dalam waktu dekat, dan saya harus TURUN membangun desa cikal bakal saya, dan nenek moyang saya

    BalasHapus
  3. Penghujung 2015 apakah Hopong sudah banyak berubah...

    BalasHapus
  4. bagaimana dengan HOPONG sekarang,apakah sudah ada perubahan yang terjadi di HOPONG?
    terkhususnya di bagian Energi seperti Listrik?
    dan kalau anda tahu apakah SDA nya disana ada yg bisa di jadikan energi terbaharukan?
    spt : Hidro,Surya,Biomassa,dan Angin ?

    terimakasih,salam

    BalasHapus
  5. Sekarang bagaimana kondisinya bang?

    BalasHapus
  6. terimakasih infonya, jangan lupa kunjungi website kami http://bit.ly/2PeCqhn

    BalasHapus
  7. Tega sekalilah kawan ini merusak tulisan saya. Jika Ingin menceritakan suatu hal buatlah versi sndiri, jgn mengutak- atik tulisan orang lain. Apalagimengklim karya orng lain sebagai karya sendiri. Ituplagiat namanya.

    BalasHapus
  8. Sekali lagi asli info ini ditulis Drs Mayjen Simanungkalit, Jurnalis.

    BalasHapus